Bawaslu: Jabar Salah Satu Provinsi Terbanyak Pelanggaran Pemilu

  • Whatsapp
Kantor Bawaslu, net

KanalBekasi.com – Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Ratna Dewi Pettalolo menguraikan, data pelanggaran Pemilu yang telah direkap di Bawaslu seluruh Indonesia jumlahnya mencapai 6455 kasus. Pelanggaran Pemilu ini bersumber dari temuan oleh pengawas Pemilu dan laporan dari masyarakat. Dari 6455 pelanggaran Pemilu, sebanyak 555 merupakan pelanggaran tindak pidana Pemilu.

“Jadi setelah diinvetalisir data berdasarkan jenis pelanggaran, 555 merupakan pelanggaran pidana Pemilu. Dan sebanyak 49 kasus naik ke pengadilan kemudian 43 sudah inkrah, bahkan ada beberapa yang telah dieksekusi,” jelas Dewi pada saat rakor Gakumdu, Senin (18/2).

Bacaan Lainnya

Baca Juga: Intan Fauzi Penuhi Undangan Bawaslu Kota Bekasi

Ia menambahkan sebanyak 6455 kasus pelanggaran Pemilu, pelanggaran administrasi Pemilu paling tinggi. Ia memaparkan 5 provinsi teratas yang menghasilkan temuan dan 5 provinsi mendapatkan laporan terbanyak dari jumlah 6455 pelanggaran.

Lima provinsi teratas menghasilkan temuan terbanyak tersebut yaitu Jawa Timur, Jawa Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan Jawa Tengah. Kemudian untuk laporan tertinggi dari masyarakat ada di Jawa Barat, Aceh, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.

“Sesuai data, pelanggaran administrasi ini paling tinggi. Rinciannya yaitu menyangkut pelanggaran alat peraga kampanye (APK) oleh peserta Pemilu yang dikategorikan paling dominan,” ungkap dia.
Dalam forum yang melibatkan pihak Kejaksaan dan Kepolisian yang tergabung dalam Sentra Gakkumdu, Dewi menekankan pentingnya kerja sama dan saling bahu-membahu dalam menjalankan tugas penanganan pelanggaran pidana Pemilu.

Bawaslu, kata Dewi, menginginkan penegakan hukum pemilu yang dimotori oleh pengawas pemilu, penyidik dari kepolisian, dan penuntut dari kejaksaan adil untuk semua pihak yang berperkara. Bawaslu RI ini juga berharap personil Sentra Gakkumdu terus berpedoman pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, serta terus bergerak beradasarkan hukum acara tindak pidana pemilu sesuai Perbawaslu Nomor 31 Tahun 2018.

“Penegakan hukum Pemilu kami anggap sebagai mahkotanya Bawaslu, tentu Bawaslu tidak ingin mahkota tersebut jatuh karena penegakan hukum pemilu yang dianggap tidak adil,” ujar Dewi.(sgr)

Pos terkait